Mbah S, Penerima Bantuan yang Tak Terima dan Pelayanan Bank yang 'Wah!'

Cerita ini kutulis tahun lalu, sudah setahun jadi draft dan aku lupa mempublikasikannya. Sengaja kupublikasikan, sebagai salah satu printilan kenangan cerita hidupku dan pengalaman dalam mendampingi penerima bantuan sebagai Pendamping Sosial.

Beberapa hari yang lalu, aku pergi ke salah satu bank unit di Kota Bengkulu dengan tujuan mencairkan bantuan sosial penerima manfaat PKH yang belum memiliki buku tabungan. Dari rumah sudah kusiapkan atribut rompi PKH, agar dikenali sebagai pendamping (kebetulan aku baru pindah dampingan Februari lalu dari Kota Curup ke Kota Bengkulu). Buat janji dengan penerima manfaat ketemu jam 10 pagi dan aku sampai di bank tersebut jam setengah sepuluh. Sambil menunggu KPM yang adalah seorang lansia, sebut saja Mbah S, aku menemui satpam dan menjelaskan tujuanku.

Satpam tersebut bertanya, "biasanya gimana mbak, ketemu CS atau teller?"

"CS" jawabku

Aku lalu diberi nomor antrian dan satpam tersebut berkata, "Ngantri dulu ya mbak, atau nanti aku tanya ke CS gimana" 

"Oke, lagian KPM nya belum datang", jawabku.

Sambil menunggu di luar, aku menelpon salah satu teman pendamping yang juga baru pindah ke Kota Bengkulu. Bercerita bahwa aku sedang di bank, beliau pun bilang kalo kemaren waktu beliau kesana, satpam langsung mengarahkan ke bansos atau CS, tidak pakai ngantri.

Lalu kutanyakanlah kembali ke satpam, bansosnya siapa, satpam pun menyebutkan namanya, tapi tidak tahu apakah beliau sudah datang apa belum katanya. Bansos maksudnya pihak bank yang mengurus bantuan sosial.

"Apa mbak mau ketemu bansos?" katanya

"Gak usah Pak", jawabku dalam pikiranku berarti satpamnya tidak mengarahkan ke bansos seperti temanku itu.

Aku kembali menunggu di luar, sambil memegang nomor antrian. Jam 10 lewat KPM ku yaitu Mbah S sampai ditemani cucunya. Tidak beberapa lama kami disuruh masuk oleh satpam, mengantri sesuai nomor antrian.

Aku dan mbah S mengantri di depan CS, kuperhatikan memang lumayan lama CS melayani satu-satu customer, tapi itu hal yang wajar karena mereka memang dituntut untuk teliti. Setengah jam berlalu, kebetulan kami duduk di bawah AC, jadi sedikit dingin. Aku mengajak ngobrol Mbah S yang kelihatan sudah kedinginan, mana sedang puasa, dalam hatiku mudah-mudahan ada rezeki mbah hari ini karena sudah sabar menunggu. Setelah menunggu satu jam lebih, akhirnya nomor antrian kami dipanggil.

Akupun segera mengajak mbah S ke depan, untuk menemui CS. Dengan CS kujelaskan dari PKH, Mbah S namanya keluar di perluasan dari tahap 1, tapi belum punya buku tabungan.

CS menjawab, "Tidak ada yang baru di PKH, ada datanya yang baru tapi kami belum keluarkan."

"Mbah ini udah dari tahap 1 bantuannya cair, tapi buku tabungannya belum ada, tolong mbak cek nomor rekeningnya"

Aku sodorkan selembar kertas berisi data lengkap mbah beserta nomor rekeningnya.

CS masih bersikeras, katanya ada sekitar orang 30an di kecamatan dampingan kami yang baru, tapi belum rilis, 

Kujawab, "iya, kami juga punya datanya." Tolong cek nomor rekening mbah ini lanjutku.

"Bukannya pendampingnya R ya?" 

"iya, aku sama R dampingi kelurahan K sekarang" kataku

"ini data darimana?" katanya kritis

"ini data dari PKH"

CS itupun mengecek nomor rekening mbah, meminta KTP mbah, dan berkata,

"Namanya sama, tapi NIK dan alamatnya beda"

Aku bingung, kok beda? sementara data itu dari data pusat, kok bisa beda dengan data bank. Tapi mungkinlah.

"Buku tabungannya juga sudah di cetak"

"Saldo 6***** "

"Bukannya 1****** ya mbak?" Karena seingatku mbah S, sudah dari tahap 1 cairnya, sekarang tahap 2.

Mendengar itu mbah pun mengerti, terus aku bertanya ke CS, 

"Aku ini baru pindah mbak, dari Curup, aku mau tanya, apakah untuk pelayanan bansos disini harus ngantri seperti umum?

"Iya, kecuali kalau kolektif"

Oke pikirku, karena kalau di Curup biasanya aku juga langsung diarahkan satpam. Walaupun ngantri, tidak terlalu lama.

"Sekarang ini banyak yang ngaku-ngaku pendamping,"

"Pendamping PKH di kelurahan ini adalah R, kami akan ngasih data kalo sama pendamping PKH."

Mendengar ucapan CS yang seperti itu, perasaanku tidak enak.

"Iya, sekarang aku dan R mendampingi kelurahan ini, aku mengambil dampingan D. Kenal kan sama D?"

Iya, katanya

Nah, sekarang D di Kelurahan T kataku.

CS menjawab dengan tidak nyambung, "Kalo mbak di Kelurahan T, kenapa dampingi Kelurahan K?'

Mbah S, mungkin juga kesal menjawab," Kayak gini, si D dampingi kelurahan T, Kelurahan K sama ibu ini."

"Coba mbak koordinasi dulu sama R" kata CS nya lagi

"atau Koordinasi dulu sama Dinsos, atau sama Korda, si S" katanya sok tahu.

"Bapak S Korda B kataku, bukan PKH". Aku mencoba meluruskan.

Dan berbagai macam omongan CS yang tidak mengenakkan hati lainnya, aku merasa 'pelayanan' ini sudah selesai. Dan mengajak Mbah S beranjak. 

"Terima kasih ya Bu.." Kata Mbah S sambil beranjak.

Pas keluar, Mbah S meminta maaf padaku. Aku juga meminta maaf sama mbah S, karena bantuannya tidak bisa dicairkan.

Sumpah, baru kali ini keluar dari bank ada KPM yang minta maaf sama aku dikarenakan kelakuan CS.

Aku segera menghubungi R, rekan sesama pendamping melalui chat. Karena penasaran, aku bertanya sama satpam siapa nama mbak CS nya,

"Enggak tahu, lihat aja ke dalam, ada papan namanya" begitu kata satpam.

Masya Allah... 

Luar biasa pengalamanku hari ini, diduga pendamping gadungan pulak.😂

Terkejut dan terdiam, itu yang aku rasakan, karena setahuku CS adalah Customer Service, artinya melayani dengan baik setiap yang datang, apalagi kami datang dengan baik-baik.

Sebuah kewajaran kalau dicurigai, tapi caranya bukan cara pelayan customer, lebih ke preman.

Apapun itu, walupun belum kenal atau koordinasi dengan yang kenal, you are a customer service, beb. Mohon sesuaikan saja dengan semboyan Bank anda yang sangat bagus itu.

Pulang dari sana, aku langsung menemui korkot dan bercerita, mengenai rekening Mbah S yang sudah di cetak, serta beda nik dan nama. Aku juga bercerita bagaimana pelayanan CS yang mengira aku adalah pendamping gadungan.

"Seharusnya tadi kamu telpon, biar aku hubungi kepala unitnya untuk menjelaskan" begitu kata korkot.

Dalam hatiku sudahlah, bukan aku juga yang berlaku hal yang seperti itu, tidak ada yang perlu aku pusingkan. Kita sama-sama pelayan yang melayani orang banyak. Setidaknya niat tulus sudah tercatat di bulan Ramadhan ini.


Ramadhan Kareem,,

April, 2022









No comments