Hari-hariku di masa lalu seringkali dipenuhi dengan kegiatan dan perjalanan yang tidak direncanakan, salah satunya saat kami tanpa pikir panjang ingin ikutan refreshing ke air terjun di kota Bangkinang, Riau pada bulan Mei tahun 2016.
Seperti biasa, Amar, seorang adik mahasiswa KKN UIN SUSKA Riau yang sudah akrab, main ke kontrakan kami. Kemudian tiba-tiba mengajak kami untuk mengunjungi air terjun. Kami yang sudah lama butuh liburan (karena di daerah penempatan kami belum ada tempat wisata) langsung mengiyakan ajakan Amar. Besoknya, jam 9 pagi, kita langsung berangkat menuju air terjun yang dikatakan Amar berada di wilayah Bangkinang Kabupaten Kampar. Kita kesana naik motor berempat; aku, kedua sahabat serumahku yaitu Evi dan Ratih, dan tentunya bersama Amar. Perjalanan dimulai dari Kelurahan Sekijang, Kabupaten Pelalawan, melewati kota Pekanbaru, kemudian menuju kota Bangkinang. Setibanya di Bangkinang, kami heran, kenapa si Amar belum juga berhenti. Jam menunjukkan pukul 11.00 siang, tapi kami belum sampai juga ke air terjun tersebut.
Akhirnya kami memilih untuk ishoma dulu, baru melanjutkan perjalanan.
Seingatku, cuaca saat itu sedang panas-panasnya dan kami mulai lelah karena perjalanan yang tidak sesuai ekspektasi. Tapi untuk balik lagi juga tanggung, soalnya kata Amar sedikit lagi akan sampai.
Jadi, kita tetap melanjutkan perjalanan. Melewati perkebunan sawit, dan beberapa jembatan besar dengan sungai yang besar. Namun, dimanakah air terjun itu? Karena jika kami meneruskan perjalanan ini, maka kami akan nyasar semakin jauh memasuki wilayah Sumatera Barat.
Kami tetap mengiring Amar yang mengendarai sepeda motor di depan kami. Aku dan temanku Evi bergantian membawa motor, sebenarnya pantat dan kaki kami sudah pegal, tapi demi refreshing melihat air terjun, kami tetap jalan.
Hingga akhirnya jam 1 siang, kami tiba di pintu masuk air terjun, sebelah kiri jalan. Air terjun ini bernama Air Terjun Pulo Simo dan masih satu kabupaten dengan Bangkinang, yaitu kabupaten Kampar.
Terletak di desa Tanjung Alai, air terjun Pulo Simo merupakan salah satu objek wisata yang ramai pengunjung di daerah Riau. Air terjun ini mudah ditemukan karena ditandai spanduk besar di pinggir jalan yang merupakan jalan lintas Riau-Sumbar; sekitar 3 km dari lokasi air terjun terdapat gapura perbatasan Riau-Sumbar.
Kita langsung masuk ke gerbang dan melewati jalan yang menurun sekitar 300 m menuju air terjun. Sesampainya di sana, ternyata sangat ramai dan banyak juga yang mandi. Karena kami tidak membawa baju ganti, kami hanya foto-foto saja.
![]() |
Air Terjun Pulo Simo |
Lanjut, kami berencana untuk pulang. Tapi jiwa kami yang senang berpetualang ini masih penasaran dengan jalan selanjutnya untuk melihat perbatasan Riau-Sumbar. Akhirnya kami memutuskan untuk melewati jalan berikutnya.
Tak berapa lama, kami menemukan sebuah simpang tiga, sebelah kanan tertulis CANDI MUARA TAKUS.
Aku dan temanku Evi langsung memutuskan untuk berbelok ke kanan. Perjalanan yang jauh membuat kami tidak puas hanya menikmati air terjun. Sementara Amar dan Ratih juga akhirnya ikut mengiringi kami. Jalanan menuju candi muara takus merupakan jalanan aspal, namun saat itu di beberapa jalan terdapat lubang-lubang besar dan debu-debu yang beterbangan serta truk-truk besar.
Sekitar setengah jam kami melaju motor, akhirnya sampai juga kami ke lokasi candi Muara Takus.
Aku dan Evi langsung ternganga,
"Wah, keren" gumamku
Kami serasa masuk ke zaman lampau, zaman kerajaan Sriwijaya.. 😍
Masuk ke kawasan candi, kami membayar karcis dulu sebesar Rp 10.000,00 per orang. Di depan candi terdapat kursi dan meja dari semen untuk tempat nyantai. Kami langsung duduk di sana, dan tak lupa ritual foto-foto buat kenangan.
Setelah puas menikmati suasana di luar candi, kami memasuki kawasan dalam candi. Ada 4 buah bangunan candi, yaitu candi Tua, Candi Mahligai, Candi Palangka, dan Candi Bungsu. Di tiap bangunan tertulis keterangan nama candi dan penjelasannya.
Aku dan temanku Evi berkeliling di candi ini, sementara Ratih dan Amar beristirahat di bawah pohon depan candi. Kami juga melihat ada beberapa wisatawan lokal dan wisatawan asing yang berkunjung bersama teman dan keluarga.
Mengunjungi candi ini kami seperti bertemu harta karun setelah lelah dalam perjalanan jauh. Situs peninggalan agama Budha yang didirikan jauh berabad-abad yang lalu, bagaimana kami tidak menyebutnya harta karun?
Struktur candi Muara Takus mirip susunan batu bata, dan warnanya juga seperti warna bata. Kami naik ke candi terbesar, yaitu candi Tua. Dari atas candi tua, kelihatan semua pemandangan di kawasan Candi Muara Takus. Dalam khayalanku, aku bertemu dengan orang-orang yang tinggal di sini di masa lalu.
Setelah puas keliling dan foto-foto, kami memutuskan untuk pulang. Di luar pagar candi, banyak terdapat ternak kambing dan sapi. Aku yang mudah gemes melihat hewan, langsung foto-foto bersama hewan..wkwk
Di perjalanan pulang, kami nongkrong dulu di pinggir jembatan ke arah Bangkinang. Ternyata banyak anak muda yang juga nongkrong disini karena sungainya lumayan besar dengan pemandangan yang indah. Di pinggir sungai juga terdapat banyak warung-warung kecil tempat ngopi atau makan.
Hingga magrib kami tiba di Bangkinang. Kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke kontrakan di Sekijang. Suasana jalanan lumayan rame, apalagi di Panam, macet luar biasa. Kami tiba d rumah sekitar jam 9 malam. Walaupun lelah, tapi kami cukup puas dengan perjalanan ini.
Baca juga: Kota Siak, Kota Paling Rapi dan Bersih yang Pernah Dikunjungi
Sekitar setengah jam kami melaju motor, akhirnya sampai juga kami ke lokasi candi Muara Takus.
Aku dan Evi langsung ternganga,
"Wah, keren" gumamku
Kami serasa masuk ke zaman lampau, zaman kerajaan Sriwijaya.. 😍
Masuk ke kawasan candi, kami membayar karcis dulu sebesar Rp 10.000,00 per orang. Di depan candi terdapat kursi dan meja dari semen untuk tempat nyantai. Kami langsung duduk di sana, dan tak lupa ritual foto-foto buat kenangan.
Setelah puas menikmati suasana di luar candi, kami memasuki kawasan dalam candi. Ada 4 buah bangunan candi, yaitu candi Tua, Candi Mahligai, Candi Palangka, dan Candi Bungsu. Di tiap bangunan tertulis keterangan nama candi dan penjelasannya.
![]() |
Salah satu tulisan pada candi |
Mengunjungi candi ini kami seperti bertemu harta karun setelah lelah dalam perjalanan jauh. Situs peninggalan agama Budha yang didirikan jauh berabad-abad yang lalu, bagaimana kami tidak menyebutnya harta karun?
Struktur candi Muara Takus mirip susunan batu bata, dan warnanya juga seperti warna bata. Kami naik ke candi terbesar, yaitu candi Tua. Dari atas candi tua, kelihatan semua pemandangan di kawasan Candi Muara Takus. Dalam khayalanku, aku bertemu dengan orang-orang yang tinggal di sini di masa lalu.
![]() |
Penampakan Candi Mahligai dari atas Candi Tua |
![]() |
Aku dan Sahabatku Evi |
![]() |
Candi Palangka |
Di perjalanan pulang, kami nongkrong dulu di pinggir jembatan ke arah Bangkinang. Ternyata banyak anak muda yang juga nongkrong disini karena sungainya lumayan besar dengan pemandangan yang indah. Di pinggir sungai juga terdapat banyak warung-warung kecil tempat ngopi atau makan.
Hingga magrib kami tiba di Bangkinang. Kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke kontrakan di Sekijang. Suasana jalanan lumayan rame, apalagi di Panam, macet luar biasa. Kami tiba d rumah sekitar jam 9 malam. Walaupun lelah, tapi kami cukup puas dengan perjalanan ini.
Baca juga: Kota Siak, Kota Paling Rapi dan Bersih yang Pernah Dikunjungi
No comments