Ibu Fatmawati: Inspirasi bagi Perempuan Milenial

Ibu Fatmawati berorasi di depan ribuan massa di Lapangan Benteng (Waterlooplein) Jakarta untuk menggelorakan semangat kemerdekaan, 1946.


Fatimah, begitu nama asli dari ibu Fatmawati. Lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari 1923. Putri pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah yang merupakan keturunan dari salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Tak ada yang mengira bahwa Fatmawati akan menjadi seorang istri dari orang terpenting di Indonesia. Pada saat Fatmawati berusia 4 tahun, tepatnya tahun 1927, seorang peramal dari India pernah meramal Hasan Din, ayah Fatmawati. Peramal itu mengatakan bahwa Fatmawati akan mendapat jodoh orang yang mempunyai kedudukan tertinggi di negeri. Hasan yang tak percaya ramalan, hanya acuh tak acuh saja akan apa yang dikatakan peramal tersebut. Sebagai orang Islam dan tokoh Muhammadiyah, Hasan Din tidak percaya pada ramalan dikarenakan tidak ada ajarannya dalam Islam.
Hingga pada akhirnya, di usia 20 tahun (1943) Fatimah dilamar oleh Soekarno yang saat itu merupakan gurunya sendiri. Tahun-tahun pernikahan yang menggelora karena tahun itu semangat juang para pahlawan bangsa sedang mencapai ubun-ubun untuk kemerdekaan Indonesia. Tak ayal, ibu Fatmawati pun ikut berperan mendampingi Soekarno dalam berjuang.
Ibu Fatmawati merupakan contoh yang nyata bagaimana menjadi perempuan yang sebenarnya. Di masa sekarang, ada baiknya para perempuan tidak melulu memikirkan jodoh dan kecantikan saja, tapi marilah kita saling belajar untuk mengutamakan adab dan ilmu. Dari diri ibu Fatmawati yang tak berhenti berproses, kita bisa belajar untuk menjadi lebih baik.

Berikut beberapa karakter, kelebihan, maupun kebiasaan ibu Fatmawati yang bisa kita jadikan contoh di masa sekarang, sebagai perempuan tentunya,

1. Tidak berhenti belajar
Di masa kecil dan remaja Fatmawati, kesetaraan gender masih belum terlalu kentara. Namun di masa itu Ibu Fatmawati sebagai anak gadis yang seharusnya berada di rumah, sangat bersemangat dalam mengenyam pendidikan di sekolah untuk menambah ilmu, memperluas wawasan, serta memperluas pergaulan.

2. Fokus pada hobi yang bemanfaat
Ibu Fatmawati sangat mencintai seni, dan beliau sangat fokus dalam mempelajari seni. Sebagai ibu negara, tentunya ibu Fatmawati harus menguasai banyak hal. Ibu Fatmawati menguasai berbagai tari daerah dan dunia tarik suara. Itu pula yang menjadi hal positif mengapa Soekarno sangat tertarik kepada Ibu Fatmawati sewaktu mereka belum menikah. 
Ibu Fatmawati merupakan satu-satunya Ibu Negara yang paling responsif dalam menumbuh-kembangkan kebudayaan nasional, sejak proklamasi kemerdekaan 1945.

3. Berorganisasi
Ibu Fatmawati aktif di salah satu ortom Muhammadiyah, yaitu Nasyiatul Aisyiyah. Berorganisasi merupakan kegiatan yang sangat positif karena kita akan banyak mempelajari tentang manajemen, kepemimpinan, dan pergaulan. Sehingga ibu Fatmawati tidak kaget lagi ketika harus mendampingi Soekarno sebagai Ibu Negara.

4. Tegas
Ketegasan Ibu Fatmawati terlihat ketika dilamar oleh Bung Karno. Ibu Fatmawati dengan tegas menolak poligami; tidak akan menikah dengan lelaki yang memiliki istri. Pun ketika Bung Karno menikah lagi dengan istri ke-4, Ibu Fatmawati langsung memisahkan diri.

5. Sederhana dan Bersahaja
Dalam berbusana dan kehidupan sehari-hari, ibu Fatmawati sangat sederhana dan bersahaja. Ketika menerima tamu atau bertamu, beliau tak pernah melepaskan kerudungnya. Beliau mampu memadu-padankan pakaian secara sederhana tanpa perhiasan yang berlebihan dan gemerlapan.

6. Tidak melupakan budaya sebagai perempuan timur 
Sebagai pahlawan Nasional yang menjahit bendera pusaka, tentunya ibu Fatmawati dididik untuk tetap menjalani kehidupan sebagai perempuan timur. Menjahit, memasak, berbenah. Istri Bung Karno ini juga kerapkali memasak untuk tamu-tamu negara. Salah satunya ketika menjamu Presiden AS, Franklin D. Roosevelt, istri beliau memuji sate buatan ibu Fatmawati.
7. Kental dalam beragama namun tetap hablum minannas
Ketika berkunjung ke Pakistan bersama Bung Karno, ibu Fatmawati yang pandai membaca Al Quran melantunkan ayat-ayat suci Al Quran dalam salah satu perjamuan. Ini menunjukkan bahwa beliau tetap dapat menyesuaikan diri sebagai seorang ibu negara yang bersahabat, tak terkecuali ketika mengunjungi negara Islam.

Ibu Fatmawati meninggal di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 14 Mei 1980. Dari rahim beliau, lahirlah anak-anak yang hebat, seperti Presiden ke-5 kita, Megawati Soekarno Putri. Seperti kata pepatah, dari ibu yang cerdas, lahirlah anak yang cerdas. Begitupun dengan Soekarno yang hebat, karena disampingnya ada perempuan hebat yang mendampingi. Semogalah kita bisa mencontoh ibu Fatmawati yang bisa menjalankan peran-perannya dengan baik. Minimal untuk diri kita sendiri.

   
"Kau ialah betina, kalau kau cuma tahu makan tidur, bersolek, dan kawin. Banyaklah belajar, berpikirlah besar, rancanglah masa depan dan pandai-pandailah menempatkan diri, maka kau boleh disebut wanita. Tapi, untuk menjadi perempuan, kau juga harus memiliki kesadaran, ketulusan, dan bisa menjadi tempat untuk berpulang, serta kuat tuk dijadikan pijakan." (Lenang Manggala dalam instagram @kumpulan_puisi)


Tulisan ini untuk menjawab tantangan menulis serempak dari Blogger Bengkulu.

2 comments